Kemana Saya Pergi Setelah Mati: Titik dan Bangun Kompleks

Ini bukan tulisan baru, sebenarnya hanya diambil dari comment yang dipost di “Neraka itu Mitos”. Menurut saya, comment yang ditinggalkan ini menarik, dan karena saya juga me-reply dengan panjang, nggak ada salahnya dijadikan tulisan terpisah.

adfu Berkata:
September 10th, 2007 pada 3:30 pm

saudara nathan, saya sangat menghargai pendapat anda karena setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dan sering sekali sangat bertentangan dengan orang lain. tetapi anda hanya sebatas titik di antara jagad raya ini. Janganlah memutuskan secepat yang anda inginkan karena anda tidaklah abadi di dunia ini, anda suatu saat akan mati dan tidak akan ada yang akan menolong anda.

apakah anda beranggapan surga dan neraka itu tidak ada?

jadi anda itu beragama apa? apakah anda seorang atheis?

jadi, anda sekarang sudah menemukan surga anda?

banyak ilmuwan yang beranggapan tuhan itu tidak ada, seperti stephen hawking yang seorang penganut ateis, dan masih banyak ilmuwan dan orang-orang lainnya.
saya sendiri juga bukan penganut agama yang fanatik dan menyepelekan teori anda.
tapi saya ingin tahu bagaimana anda jika mati nanti, karena barangkali jika anda mati nanti tidak akan ada apa-apa kecuali kehampaan.

Nathanael Berkata:
September 10th, 2007 pada 6:50 pm

Mas/Mbak Adfu,
Kemana saya akan pergi setelah saya mati nanti? Jawabannya mudah sekali Mas/Mbak. Saya akan pergi ke tempat yang saya tuju. Saya tidak hidup dalam ketakutan dan karenanya tidak ada alasan bagi saya untuk takut tentang kemana saya akan pergi setelah mati. Dia Yang Saya Tuju pasti menunjukkan jalannya.

Saya justru bertanya-tanya, kemanakah orang yang hidup penuh dengan ketakutan atas surga dan neraka akan pergi nanti? Kita pergi kemana pikiran kita menetapkan tujuan. Apabila pikiran kita hanya berisi ketakutan akan hukuman, katakan pada saya Mas/Mbak, kemana kita akan pergi?

Lagian Mas/Mbak, Anda tahu darimana bahwa saya hanya sebatas titik di jagad raya ini?
Bila Anda merasa anda hanya sebatas titik di jagad raya, maka nggak perlu mengajak orang lain untuk sekedar menjadi titik.

Saya lebih dari sekedar titik Mas/Mbak. Dulu mungkin saya baru sekedar titik, tapi sekarang Tuhan sudah menuntun saya untuk menjadi sebuah garis, dan sebentar lagi akan menjadi sebuah bangun ruang, dan seterusnya..Tuhan ingin saya berproses dalam menemukan Dia, tidak statis, karenanya saya percaya Ia tidak akan membiarkan saya terus-terusan menjadi titik.

Demikian Mas/Mbak, saya yakin Tuhan melakukan hal yang sama pada semua orang. Menghendaki mereka berproses, berangkat dari titik menjadi sesuatu yang lebih kompleks. Permasalahannya, cukup beranikah setiap dari kita bergerak maju? Atau kita celingak-celinguk lihat kiri-kanan, dan berkata dalam hati, “Ah, yang lain masih jadi titik, ntar dulu deh jadi garisnya. Daripada dibilang aneh…”

Apabila seseorang tetap ingin menjadi titik, alangkah baiknya tidak menyamakan semua orang demikian, karena beberapa orang ingin berkembang dan menjadi bangun kompleks..
(Nathanael Gratias Sumaktoyo)