Bunga dalam Pot
Pak Tua dan Bu Tua dikenal warga desa sebagai pasangan paling harmonis. Hampir tiap hari orang mendatangi rumah mereka untuk meminta nasehat tentang hubungan percintaan.
Di suatu hari yang Pak Tua lupa tanggalnya, datanglah seorang gadis ke rumah. Ia dikenal sebagai gadis paling populer di kampung. Cantik, cerdas, ramah. Ia bermaksud meminta pendapat Pak Tua tentang pemuda seperti apakah yang harus ia pilih.
”Pak Tua, seperti apakah pemuda yang baik itu? Bagaimana saya bisa tahu ia pasangan sejati saya?”
Pak Tua hanya mengangguk-ngangguk sambil tersenyum. Melihat tidak ada reaksi, gadis itu melanjutkan ceritanya.
”Pak Tua, konon seorang murid Plato pernah menanyakan hal yang sama. Plato kemudian menyuruhnya berjalan ke timur melewati padang rumput dan mengambil bunga paling indah yang ia lihat. Si murid melakukan perintah gurunya dan kembali menghadap Plato, namun tanpa membawa sepucuk bunga pun. Kata si murid pada Plato, ”Setiap saya hendak mengambil satu bunga, saya khawatir ada bunga yang lebih indah lagi di depan sana, jadi saya terus berjalan. Begitu terus hingga tanpa sadar saya sudah melewati padang rumput dan tidak ada bunga lagi yang dapat dipetik.”
Apa cinta sungguh seperti itu, Pak Tua? Bagaimana Pak Tua tahu kalau Bu Tua saat itu adalah bunga terindah?”
Sambil tersenyum dan mengangguk-ngangguk dengan gayanya yang khas, Pak Tua menjawab, ”Pak Tua beruntung, saat itu Pak Tua hanya memetik dari pot, bukan padang rumput.”
(Nathanael Gratias Sumaktoyo)