Semua Adalah Gagasan

Pikiran utamanya sederhana, semua yang ada di dunia ini adalah gagasan. Agama, budaya, adat-istiadat, tata-krama, bahkan Tuhan sekalipun adalah gagasan. Saya tidak bilang Tuhan tidak ada atau hanya rekayasa, saya hanya mendalilkan bahwa ‘seperti apa Tuhan’ selalu hadir dalam gagasan.

Sekalipun Tuhan menurunkan Kitab Suci, wahyu, atau apalah namanya, pada akhirnya -selalu- peran pikiran dan gagasan manusia selalu menjadi faktor penentu. Wahyu dan Kitab Suci hanya membimbing pemikiran manusia, untuk menerka-nerka seperti apa Tuhan itu. Wahyu dan Kitab Suci tidak akan pernah bisa dan sanggup menerangkan secara persis dan tepat tentang Tuhan, sedemikian sehingga manusia tidak perlu menggunakan imajinasinya.

Dalam batasan tertentu, tidak bisa dipungkiri Tuhan dilahirkan oleh imajinasi manusia. Dalam batasan tertentu pula, premis Tuhan ada karena manusia ada dapat diterima. Tapi saya menolak dilakukannya generalisasi pernyataan itu sehingga makna ‘Tuhan gagasan’ diperluas menjadi ‘Tuhan yang hakiki’. Tanpa memandang pada Kitab Suci sekalipun, kita tidak dapat memungkiri kemungkinan adanya Tuhan yang hakiki, meski manusia tidak ada. Sebaliknya, dengan mengajukan berbagai dalil dan ayat, kita tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa tidak ada Tuhan yang hadir dalam bentuk gagasan bila tidak ada manusia, sang penggagas.

Terkait dengan Tuhan dalam bentuk gagasan dan Tuhan sebagai Yang Hakiki, kita tidak dapat lari dari kenyataan adanya suatu gap. Deviasi antara apa yang digagaskan dan apa yang sebenarnya. Mungkin tidak perlu berbicara tentang Tuhan dulu, untuk ilmu pengetahuan pun gap itu selalu ada. Bahwa gagasan sulit sekali (untuk tidak mengatakan tidak mungkin) menerangkan secara persis-sama objek gagasannya. Gap ini menjadi jauh lebih sulit karena perbedaan ‘domain’ (silakan diganti dengan term yang lebih sesuai bagi pembaca) antara sang penggagas dengan yang digagas.

Ilmu sosial, sebagai ilmu yang paling sering menggagaskan sesuatu yang abstrak, masih jauh lebih beruntung karena apa yang digagaskan meskipun abstrak tetap berada dalam satu domain yang sama, dunia yang sama. Kesimpulan bisa ditarik dari fakta-fakta, dan fakta-fakta bisa diamati dari realita. Ketika kita berbicara tentang penggagasan Tuhan, kita tidak dapat menarik fakta kecuali dari hal-hal yang terjadi di dunia. Sayangnya, kemudian fakta itu tidak berarti apa-apa dalam menjelaskan Tuhan. Fakta-fakta itu diam, tidak berbicara. Pikiran, gagasan, konsep dan penjabaran manusialah yang membuat fakta-fakta itu seakan bicara.

Kitab Suci? Apa sumbangsih Kitab Suci dalam proses penggagasan Tuhan? Sebagai sesuatu yang dinobatkan berasal dari dunia lain, Kitab Suci berperan penting menjadi rangka utama konsep Tuhan. Manusia-manusia beragama yang taat Kitab Suci akan selalu mendasarkan gagasan ketuhanannya pada Kitab Suci. Permasalahannya semakin rumit, karena ternyata Kitab Suci pun bukan sesuatu yang terdiri dari satu lapis. Sekali baca mengerti. Sering sekali apa yang tertulis membutuhkan penafsiran dan pembacaan berulang-ulang.

Semua hal ini kemudian menjadi anekdot saja. Ada sesuatu yang Tak Bernama (belakangan dinamakan Tuhan) di luar sana, ada manusia di sini. Manusia ingin mengenal Dia. Mulailah berbagai gagasan disusun, berbagai mitos dibangun, berbagai tabu dibentuk, dan berbagai ritual ditentukan. Di kemudian hari, ternyata bukan hanya manusia yang ingin menggapai Tuhan, tapi Tuhan juga ingin membantu manusia. Diturunkanlah para nabi, dan yang paling beken, Kitab Suci. Masalahnya, Kitab Suci tidak pernah meluruskan secara saklek berbagai gagasan tentang Tuhan, ia hanya mengeliminir beberapa gagasan, dan mungkin malah menumbuhkan gagasan baru. Mekanismenya seperti, meluruskan penafsiran dengan penafsiran.

Pada akhir fase semuanya memang sederhana, penafsiran yang berbeda menelurkan gagasan tentang Tuhan yang berbeda. Siapa yang benar? dalam tataran pribadi, predikat kemutlakan dalam benar/salah itu dapat dilekatkan. Tapi secara umum, dalam tataran lebih universal, semuanya itu menjadi relatif belaka. Tentu tidak ada yang melarang klaim kebenaran universal, tapi setidaknya perlu diingat bahwa belum ada yang dapat menghadirkan Tuhan untuk dilakukan uji deviasi gagasan dengan objek aslinya.
(Nathanael Gratias Sumaktoyo)